Kita akan menggali hubungan antara sains dan keyakinan kepada
Tuhan. Sungguh, banyak ahli filsafat
dan ilmuwan terbesar dunia mengakui keyakinan kepada Yang Ilahi, dengan sebagian
menyatakan bahwa keyakinan mereka mengilhami mereka mengejar karya mereka
sehingga mereka bisa memahami ciptaan lebih baik.
Hubungan ini diuji oleh ahli
sosiologi Dr. Elaine Ecklund dari Universitas Rice, AS, dalam bukunya yang baru
diterbitkan “Sains vs Agama”, yang mendokumentasikan penelitian 1.700 ilmuwan
peneliti AS akan keyakinan religius mereka, termasuk wawancaranya dengan 275
ilmuwan. Hasilnya menunjukkan bahwa separuh respondennya religius dan banyak
yang lain menyatakan diri mereka sebagai “spiritual”, termasuk salah satu yang
berkata bahwa spiritualitasnya berasal dari “keajaiban akan kerumitan dan
keagungan dari keberadaan.” Mari kita kini menguji sebagian ilmuwan terkenal
masa lalu dan masa kini, dan kontribusi mereka kepada masyarakat dalam konteks
keyakinan.
Ilmuwan yang sepenuhnya mengubah bidang fisika adalah Sir Isaac
Newton dari Inggris yang lahir tahun 1642. Tahun 1661, Newton masuk Universitas
Cambridge, Inggris untuk belajar hukum, dan dalam dua tahun pertama dia
berkonsentrasi pada filsafat Aristoteles. Namun,dalam tahun akhirnya Newton
mulai mempelajari astronomi dari Galileo Galilei dan optika dari Johanes Kepler.
Tahun 1665, selama kunjungan pulang, diyakini bahwa Sir Isaac melihat apel jatuh
dari pohon hingga memperoleh pemahaman hukum gravitasi, menyadari bahwa gaya
yang menarik apel ke tanah pasti juga yang menahan bulan mengelilingi Bumi.
Lebih lanjut, Newton membuat dalil bahwa semakin besar massa benda, semakin besar
gaya gravitasinya, dan bahwa gaya ini berkurang saat
jarak antara dua benda meningkat.
Saat dia kembali
ke Universitas Cambridge tahun 1667, Newton dipilih menjadi anggota Fellow of
Trinity College, dan dua tahun kemudian dia menjadi Profesor Lucasian bidang
Matematika di universitas tersebut. Selama waktu ini Sir Isaac menemukan
teleskop pemantul dan melakukan eksperimen komposisi cahaya, yang menunjukkan
bahwa cahaya putih terdiri dari warna-warni yang sama yang terlihat dalam
pelangi, maka meratakan jalan bagi optika modern.
Tahun 1687, Ia menerbitkan
karyanya yang terbesar, “Prinsip Matematika dalam Filsafat Alam (Mathematical
Principles of Natural Philosophy)”, yang
menunjukkan betapa gravitasi berlaku pada semua benda dan menunjukkan pemahaman
yang besar dan penghormatan kepada Tuhan. Dalam Prinsipnya, Newton menyatakan:
“Sistem matahari, planet, dan komet yang terelok ini hanya bisa berlangsung dari dewan dan wilayah Makhluk
yang cerdas dan berkuasa. Makhluk ini memerintah
segala sesuatu, bukan sebagai jiwa dunia, tapi sebagai Tuhan dari semuanya dan karena wilayahnya Dia disebut Tuhan Allah.”
Newton terus menjelaskan dengan elok Yang Ilahi sebagai
berikut:
“Dari wilayah sejati-Nya ini berlaku bahwa Tuhan yang
sejati adalah Yang hidup, cerdas, dan berkuasa, dan dari kesempurnaan-Nya yang
lain. Dialah yang tertinggi atau tersempurna. Dia abadi dan tak terbatas, maha
kuasa dan maha tahu; yaitu, Keberlangsungan-Nya dari keabadian ke keabadian;
Kehadiran-Nya dari tanpa kesudahan ke tanpa kesudahan; Dia memerintah, dan
mengenal segala hal yang ada atau bisa dilakukan.”
Lahir sekitar 300 tahun kemudian di Kiel, Jerman, Max
Planck adalah bapak fisika modern dan pembuat teori kuantum. Planck
berasal dari keluarga berpendidikan akademi yang terkenal termasuk
ayahnya, Julius Wilhelm, yang mengajar hukum konstitusi di Universitas
Kiel, serta kakek dan kakek buyutnya yang profesor teologi. Tahun 1867,
keluarganya pindah ke Munich, yang memberi lingkungan musik dan
kebudayaan yang kaya bagi Max muda. Pada suatu ketika, dia
mempertimbangkan menjadi pianis daripada ahli fisika.
Seperti Planck katakan, saat sebagai
mahasiswa dia memutuskan belajar fisika karena “Dunia luar itu sesuatu yang
terpisah dari manusia, sesuatu yang absolut, dan penyelidikan bagi hukum yang
berlaku bagi absolut ini nampaknya seperti pengejaran ilmiah yang terluhur dalam
kehidupan.”
Tahun 1879, Max Planck menerima gelar doktornya setelah menulis
tesis tentang hukum kedua termodinamika, dan tahun 1888 ditunjuk sebagai
profesor fisika teoritis di Universitas Berlin, dimana dia unggul. Tahun 1900
dia menerbitkan penelitian yang menunjukkan hubungan antara energi dan frekuensi
radiasi memakai konstanta universal “h”, yang kini dikenal “h”, yang kini
dikenal sebagai konstanta Planck. Penelitian ini mengantar ke era fisika modern.
Tahun 1918, Planck menerima Hadiah Nobel Fisika, dan sembilan belas tahun
kemudian berceramah “Agama dan Sains”, dimana dia mengatakan:
“Agama dan sains keduanya demi aktivitasnya yang membutuhkan
keyakinan kepada Tuhan, dan selanjutnya Tuhan berada yang pertama pada awalnya,
dan yang terakhir pada akhirnya pada seluruh pemikiran. Yang terdahulu, Tuhan
menjadi dasar, yang kemudian – mahkota alasan apa pun tentang pandangan dunia.”
Dia menyimpulkan pembicaraan dengan mengatakan:
“Ini perlawanan yang mantap, terus-menerus, tidak pernah
mengendur terhadap skeptisisme dan dogmatisme terhadap keraguan dan takhyul yang
agama dan sains perangi bersama-sama. Semboyan pengarah dalam perjuangan ini
berasal dari masa lalu terjauh hingga masa depan yang jauh: ‘Pada Tuhan!’”
Maka Max Planck menunjukkan iman teguhnya kepada Tuhan yang
juga ditunjukkan dalam kata-kata ini:
“Bila ada penghiburan di manapun, ini ada dalam Yang Abadi,
dan saya kira inilah rahmat Surga bahwa kepercayaan kepada Yang Abadi telah
berakar dalam diri saya sejak kanak-kanak.”
Dr. Walter Kohn meraih Hadiah Nobel bidang Kimia tahun 1998. Dr. Kohn lahir tahun 1923 dalam keluarga Yahudi di
Vienna, Austria. Ayahnya memiliki usaha dagang menjual kartu pos seni
kontemporer yang berkualitas tinggi, dan ibunya yang berbakat bisa berbicara
tujuh bahasa. Keluarga ibunya memiliki akar Yahudi
yang kuat. Saat dewasa, Dr. Kohn menghabiskan waktu di Inggris dan Kanada. Di
Kanada minatnya akan fisika dan matematika berawal.
Tahun 1946, dia selesaikan
gelar masternya setelah menulis tesis tentang fungsi gelombang atom. Maka,
dengan beasiswa, Dr. Kohn masuk Universitas Harvard, AS, di
mana dia belajar di bawah penerima Hadiah Nobel Dr. Julian Schwinger. Di bawah
bimbingan Profesor Schwinger-lah Dr. Kohn mengembangkan rumus yang dikenal
sebagai “Prinsip Variasi Penyebaran Kohn”, kemudian dia ditarik ke bidang fisika
padat yang sedang berkembang.
Akhirnya Dr. Kohn menerima Hadiah Nobel setelah
mengembangkan teori fungsi kepadatan, yang pada dasarnya mengubah cara ilmuwan
memandang struktur atom, molekul, dan bahan padat dalam
fisika, kimia, dan ilmu bahan. Karyanya secara istimewa penting dalam bidang
semi konduktor, superkonduktivitas, dan fisika permukaan. Saat ditanya apakah
dia itu religius selama wawancara, Dr. Kohn memberi jawaban sebagai berikut:
“Saya akan katakan saya melihat diri saya sebagai
religius bersamaan dalam dua cara. Pertama saya menemukan bahwa agama,
secara khusus agama Yahudi, telah memperkaya kehidupan saya sendiri dan
sesuatu yang telah saya sampaikan kepada anak-anak saya, dan merasakan
kehidupan mereka, juga diperkaya olehnya. Kedua, saya adalah ilmuwan
sejati, maka saya secara alami memikirkan tentang agama juga melalui
mata ilmuwan. Saat saya melakukan itu, saya melihat agama tidak secara
denominasi, tetapi dalam pandangan yang kita katakan teisme. Saya dalam
pemikiran saya dipengaruhi oleh tulisan Einstein yang telah melakukan
pengamatan atas efeknya saat dia merenungkan dunia, dia merasakan
Kekuatan yang mendasari yang jauh lebih besar daripada kekuatan
manusia. Saya merasakan yang sama. Ada rasa segan, rasa hormat, dan
rasa misteri yang besar.”
Ilmuwan lain masa kini yang mengilhami yang memadukan sains
dengan keyakinan kepada Tuhan adalah Dr. Anthony Hewish, yang lahir pada tanggal
11 Mei 1924 di Cornwall, Inggris. Dewasa di pesisir Atlantik, dia sangat mencintai lautan. Setelah SMA,
dia masuk Universitas Cambridge, dimana dia memperoleh Ph.D. tahun 1952.
Setelah menemukan dua bintang radio, atau bintang yang memancarkan gelombang
radio, Dr Hewish mengamati bahwa fluktuasi sinyal acaknya berhubungan dengan
gemerlapan atau kelipan bintang yang bisa dilihat malam hari. Dia menyimpulkan
fluktuasi itu disebabkan oleh ionosfer, atau bagian paling atas atmosfer Bumi
serta angin matahari atau aliran partikel bermuatan yang dipancarkan oleh Matahari. Fenomenanya disebut Kelipan
Antarplanet.
Untuk mengukur Kelipan Antarplanet, dia merancang Larik Kelipan Antarplanet, teleskop radio yang besar yang dipakai
untuk melakukan pengamatan multicahaya yang sangat
peka di langit yang mulai dilakukan pada tahun 1967. Dengan memakai teleskop ini, Dr.
Hewish menemukan apa yang disebut pulsar, atau bintang
neutron berotasi bermagnit kuat yang memancarkan radiasi elektromagnetik. Atas
sumbangsihnya ini bagi dunia, dia dianugerahi Hadiah Nobel Fisika tahun 1974.
Saat ditanya tentang keberadaan Tuhan oleh pewawancara, Dr. Hewish menjawab:
“Saya percaya kepada Tuhan. Tidak masuk akal bagi saya
menganggap bahwa Alam Semesta dan keberadaan kita hanyalah kecelakaan kosmik
sehingga kehidupan muncul karena proses jasmani yang acak dalam lingkungan yang
terjadi begitu saja dengan sifat yang tepat. Sebagai orang Kristen, saya mulai
memahami apakah kehidupan itu melalui keyakinan kepada Pencipta, yang sebagian
sifatnya ditunjukkan oleh manusia yang lahir sekitar 2000 tahun lalu.”
Saat ditanya lebih jauh tentang hubungan antara sains dan
agama, dia berkata:
“Saya kira keduanya, perlu sains dan
agama, perlu untuk memahami relasi kita dengan alam semesta. Pada prinsipnya,
sains menyampaikan cara kerja segala hal walaupun ada banyak masalah yang tidak
tuntas, dan saya kira akan selalu ada. Tapi sains mengajukan pertanyaan yang tidak
pernah bisa dijawab. Mengapa Dentuman Besar akhirnya menuntun pada makhluk sadar
yang mempertanyakan tujuan kehidupannya dan keberadaan alam semesta? Inilah
perlunya agama.”
Dan tentang sifat yang Ilahi, Dr. Hewish menyatakan:
“Tuhan pastilah tampak menjadi Pencipta yang rasional.
Bahwa seluruh wilayah dunia terbuat dari elektron, proton, dan neutron, dan
bahwa ruang hampa terisi dengan partikel virtual perlu rasionalitas luar biasa.”