Pada edisi Dunia di
Sekitar Kita hari ini, kami mengundang Anda ke pertemuan Dharma Tripitaka
Koreana yang diadakan di Kuil Haeinsa di Korea Selatan. Kuil Haeinsa ini
terletak di Gunung Gaya, Hapcheon-gun, Provinsi Gyeongnam. Sebuah kuil
tua Kuil Haeinsa didirikan pada tahun 802. Tempat suci ini juga terkenal
akan Tripitaka Koreana, sebuah Warisan Dunia yang diresmikan oleh
Organisasi Pendidikan, Pengetahuan dan Budaya Perserikatan Bangsa-Bangsa
(UNESCO), beserta bangunan yang menaunginya.
Berlokasi di tempat
tertinggi di Kuil Haeinsa, Tripitaka Koreana telah diwariskan selama
bertahun-tahun. Bahkan tidak satupun huruf yang hilang atau kata-kata yang
salah eja dari sekitar 52 juta kata yang terukir di lebih dari 80.000 balok
ukir.
Telah diwariskan selama lebih dari 1.000 tahun sejak itu dibuat
pada Dinasti Goryeo, Tripitaka Koreana adalah catatan besar tentang
warisan budaya umat manusia. Marilah kita menjelajahi warisan spiritual
dari Kuil Haeinsa dan Tripitaka Koreana.
Inilah Ilju-mun, atau gerbang
Satu Tiang yang memisahkan dunia ilusi dari dunia Kebenaran. Dengan melewati
gerbang ini akan membawa kita menuju dunia spiritual yang melampaui dunia fisik ini.
Sekarang kita berada di gerbang Sacheonwang dimana keempat patung dari
para raja surga akan mengusir kekuatan setan dan melindungi Kebenaran.
Jalannya melewati gerbang yang berbeda ke jantung tempat
suci ini yang merupakan simbol dari tingkatan yang berbeda yang ditemui
para
pencari Kebenaran dalam perjalanan spiritualnya.
Sebuah pertemuan Dharma
sekarang berlangsung di dalam halaman. Acara hari ini adalah sebuah
pertemuan Dharma Tripitaka Koreana demi perlindungan terhadap negara.
Ribuan penganutnya berputar mengelilingi halaman tempat suci ini untuk membawa
sesuatu di atas kepala mereka. Yang mereka bawa di atas kepalanya adalah
balok kayu yang berisi ukiran Goryeo daejanggyeong, atau Tripitaka
Koreana.
Tripitaka berarti koleksi dari semua naskah yang diajarkan oleh
sang Buddha, dan karena Tripitaka ini dibuat selama Dinasti Goryeo, maka
disebut Goryeo daejanggyeong.
Jumlah dari balok berukir adalah lebih
dari 80.000, jadi juga disebut Delapan Puluh Ribu Tripitaka Besar.
Perayaan ini diadakan setiap tahun untuk memperingati pembuatan dan
penempatan Tripitaka Koreana di sini 750 tahun lalu.
Jae Kyung – Kepala pimpinan Kuil Haeinsa,
Korea Selatan: Tujuan dari perayaan ini adalah
untuk berdoa agar negara itu berkembang dan kedua Korea akan
bersatu dalam damai, jadi yang disebut Tanah Buddha akan tercipta di bumi.
PEMBAWA ACARA: Seorang pangeran telah lahir di
Nepal 2.554 tahun lalu. Pada usia 29 tahun, Beliau melakukan perjalanan
spiritual, melepaskan status pangerannya. Setelah enam tahun
berlatih spiritual, Beliau mencapai pencerahan dan menghabiskan sisa
hidup-Nya dengan mengajarkan Kebenaran.
Buddha Sakyamuni berkelana ke
seluruh India selama 45 tahun dan mengajarkan Kebenaran sampai memasuki
Nirwana, atau tingkat spiritual tertinggi saat berusia 80 tahun. Enam
bulan setelah pencapaian-Nya ke Nirwana, upaya penyebaran ajaran-Nya
dimulai.
Sekitar 500 murid dari Buddha Sakyamuni berkumpul bersama di
Gua Saptasari yang berada di Rajgir di India Utara dalam rangka
melafalkan dan mengingat ajaran-Nya. Ratusan tahun kemudian, ajaran-Nya
mulai dicatat daripada hanya diingat atau dilafalkan; begitulah saat
naskahnya mulai dibuat. Kemudian, orang-orang
mulai menulisnya daripada melafalnya, dan segera setelahnya,
dipahat pada balok kayu sebelum dicetak. Akhirnya, koleksi besar naskah-naskah
itu dilahirkan, contohnya Tripitaka Koreana.
Tripitaka Koreana adalah
Tripitaka kayu tertua di dunia. Kembali
ke tahun 1.000 SM, orang-orang Goryeo
menganalisa dan membandingkan semua naskah yang ada. Orang-orang Goryeo
berusaha sendiri dengan bersungguh-sungguh untuk membuat Tripitaka Koreana
sampai suatu tingkat dimana mereka mengukir satu huruf dan bersujud
sebelum mengukir huruf yang lain. Hasilnya, tanpa satu kata pun yang
salah eja atau salah ukir, ketelitian dan keakuratan Tripitaka Koreana
yang terdiri dari sekitar 52 juta huruf itu dilahirkan. Yang kemudian
dihargai sebagai karya seni terbaik dari balok ukir yang pernah ada
dalam sejarah umat manusia.
Di tempat tertinggi dan terjauh di
daerah tempat suci adalah Tripitaka Koreana, sebuah warisan nasional.
Tripitaka Koreana berada di tempat tertinggi dibanding aula upacara dimana
patung Buddha ditempatkan, yang menyiratkan pentingnya Tripitaka Koreana.
Ini adalah Janggyeong Panjeon, tempat penyimpanan balok kayu Tripitaka
Koreana, balok kayu Tripitaka Koreana, sebuah Warisan Dunia dari Organisasi
Pendidikan, Pengetahuan dan Budaya Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).
Terdiri
dari empat struktur, bangunan ini adalah warisan budaya UNESCO. Walau
bangunannya terlihat sederhana, tetapi dirancang dengan bijak untuk
menjaga balok ukir. Dinding terluar dari bangunan memiliki jendela
lebih rendah yang empat kali lebih besar dibanding yang di atasnya,
sementara dinding pada sisi yang lain memiliki jendela atas yang lebih
besar dan bawah yang lebih kecil, yang berfungsi sebagai ventilasi
udara yang merata dan baik. Di atas lantai ada arang kayu, serbuk
kapur, dan garam supaya dapat mengontrol suhu termasuk kelembaban.
Terima
kasih atas struktur bangunan ilmiah dan metode rahasia yang
menghilangkan kelembaban, semua ini yang menjaga Tripitaka Koreana utuh
selama bertahun-tahun. Jenis naskah Buddhis yang terukir dalam
Tripitaka Koreana semuanya berjumlah 1.538. Jumlah bukunya sekitar 6.844
buah dan jumlah balok kayunya sekitar 81.258. Delapan puluh ribu balok
kayu disusun dengan baik pada 10 tiang rak pada sekitar 100 arsip
tersendiri. Ukuran dari masing-masing balok kayunya adalah lebar 70 cm
dan panjang 24 cm, beratnya 4 kg.
Untuk menjaga balok kayu agar tidak retak, pohon
kayu putih direndam dalam air laut selama tiga tahun. Berikutnya,
diratakan dan direbus lagi dalam air asin sebelum dikeringkan di tempat
teduh. Kemudian, hurufnya ditulis dengan kuas sebelum dipahat pada balok
kayu. Setelah selesai, mereka dilapisi dengan pernis agar tidak dirusak
serangga dan mencegah pelapukan.
Alasan dimana balok kayu Tripitaka
Koreana dapat diteruskan secara utuh dari generasi ke generasi
adalah karena proses produksi yang tulus dan teliti ini. Kemudian,
bagaimana Tripitaka Koreana tetap utuh? Tripitaka Koreana adalah hasil dari
ketulusan orang-orang Goryeo yang berharap
untuk menyatukan naskah Buddhis selengkapnya menjadi utuh, termasuk
keinginan praktis mereka untuk mengakhiri kekejaman perang dan
mewujudkan Tanah Buddha di atas Bumi.
Tripitaka Koreana telah disusun tiga
kali sepanjang Dinasti Goryeo. Orang Goryeo perlu 77 tahun untuk
menyusun Tripitaka Besar pertama di tahun 1011, dan segera setelahnya,
memerlukan 25 tahun, dari dinasti ini untuk mencetak Tripitaka kedua.
Tetapi warisan budaya ini telah hancur akibat konflik. Tripitaka Koreana
yang tersisa sekarang ini adalah yang ketiga yang memerlukan 16 tahun
untuk diselesaikan dari tahun 1236 sampai 1251, Tripitaka balok kayu
berukir tertua di dunia.
Orang Goryeo perlu 240 tahun untuk
menyelesaikan Tripitaka Koreana sementara kerajaan hanya bertahan selama
500 tahun. Tripitaka Koreana pertama diterbitkan saat kerajaan sedang
dalam bahaya karena perang, dan pembuatan Tripitaka Koreana kedua juga
disusun saat sedang dalam situasi perang. Itu adalah saat periode
konflik sering terjadi, dan Tripitaka Koreana, warisan budaya luar biasa
dari umat manusia, dibuat dalam keadaan perang.
Daripada menghunus
pedang dan membela negara, Goryeo mengabdikan semua energinya dengan
memahat naskah Buddhis untuk membawa damai ke dunia. Doa tulusnya adalah
kedamaian tanpa konflik, dan aspirasi sepenuh hatinya untuk menyebarkan
Kebenaran ke seluruh dunia untuk menghentikan penderitaan, inilah
semangat sejati Tripitaka Koreana.
Jae Kyung – Pendiri/pemimpin Kuil Haeinsa, Korea
Selatan: Kami menyelenggarakan pertemuan
Dharma dengan peserta dari seluruh negeri di Kuil Haeinsa dimana
Tripitaka Koreana disimpan kira-kira selama 750
tahun. Tujuan penyusunan Tripitaka Koreana adalah untuk menjaga
negara dan Dharma melalui ajaran Buddha, kami para keturunannya sangat
menghargai maknanya sampai sekarang.
PEMBAWA ACARA: Hingga sekarang, orang Korea
melanjutkan arak-arakan damai, membawa Tripitaka Koreana di atas kepala
dan berharap demi perdamaian di negaranya, juga
di dunia.