Sebuah penelitian baru oleh organisasi Lahan Basah Internasional yang berada di Belanda menemukan bahwa pada kecepatan pelenyapan hutan rawa gambut seperti di Kalimantan-Malaysia untuk membuka jalan bagi penanaman kelapa sawit, negara ini mungkin kehilangan semua keanekaragaman hayati hutan pada akhir dekade ini.
Sementara perusahaan-perusahaan yang sebelumnya menguras sumber daya kayu sekarang membabat sisa pepohonan untuk mengembangkan perkebunan kelapa sawit yang menguntungkan, Malaysia dan Indonesia adalah dua eksportir minyak terbesar dunia, yang sebagian besar digunakan untuk makanan olahan pabrik dan bahan dasar dari biofuel yang ramah lingkungan.
Akan tetapi, para peneliti memperingatkan bahwa praktik yang terus meningkat ini adalah jauh dari berkelanjutan. Karena pepohonan disingkirkan dari rawa gambut kuno, bukan saja kehidupan hewan liar yang sangat terpengaruh, karbon yang tersimpan sangat besar juga dilepaskan. Efek ini bisa makin diperburuk jika dilanda kebakaran, menyebabkan gambut terbakar sampai ke bawah tanah, menjadi semakin tidak mungkin untuk dipadamkan, bahkan emisi gas karbon dioksida dan metana yang telah tersimpan selama bertahun-tahun semakin meningkat.
Hilangnya habitat hutan terus mengurangi banyak spesies yang sudah terancam punah termasuk burung tropis, maupun macan tutul, badak Sumatra, dan gajah terkecil di dunia, Pygmy Kalimantan. Juga mengancam suku pribumi hutan hujan. Organisasi Lahan Basah Internasional kemudian menyerukan pelarangan sepenuhnya dari peralihan lahan gambut demi perkebunan, mendesak perusahaan-perusahaan sebaliknya agar menggunakan metode dan menghasilkan produk yang benar-benar ramah-lingkungan.
Terima kasih organisasi Lahan Basah Internasional atas tindakannya memberikan informasi penting ini tentang konsekuensi merugikan dari pembabatan lahan gambut bagi lingkungan.
Semoga manusia segera bertindak cepat menyelamatkan hutan yang bernilai dan semua makhluk berharga yang menopang mereka. Berbicara selama konferensi video bulan Oktober 2009 di Indonesia, Maha Guru Ching Hai memperingatkan kerusakan alam demi produksi minyak kelapa sawit, sambil menawarkan tindakan paling berkelanjutan yang diperlukan untuk memulihkan ekosistem.
Di Indonesia, hutan berharga kalian telah ditebangi untuk menanam kelapa sawit yang digunakan sebagai bahan bakar biofuel, dan kita pikir hal itu akan membantu mengurangi CO2. Kita salah. Itu kegagalan, yang menyebabkan lebih banyak kerusakan dan lebih banyak emisi gas rumah kaca dibanding menyelamatkan. Nyatanya, tindakan ini melepaskan emisi karbon terbesar ketiga dunia, demi biofuel.
Kalian lihat, teknologi hijau tidak selalu dapat diandalkan.
Sebenarnya, tidak semua produk minyak kelapa sawit digunakan untuk biofuel. Sebagian produk kelapa sawit digunakan untuk makanan ternak. Syukurlah, kita sudah memiliki solusinya, Pak, yaitu solusi vegan organik.
Jika kita memperhatikan semua bukti ilmiah dan fisik sejauh ini. Kita harus menerima solusi vegan organik ini sebagai satu-satunya solusi untuk menyelamatkan planet kita saat ini juga.
http://www.france24.com/en/20110201-malaysian-peatswamps-obliterated-palm-oil-study
http://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/asia/malaysia/8295815/Malaysia-deforestation-Why-is-palm-oil-so-controversial.html
http://www.telegraph.co.uk/earth/8296002/Malaysia-deforestation-Can-palm-oil-plantations-be-good-news.html
http://www.telegraph.co.uk/earth/earthpicturegalleries/8296131/Rainforest-is-destroyed-for-palm-oil-plantations-on-Malaysias-island-state-of-Sarawak.html