Perubahan lautan mempengaruhi cumi-cumi raksasa. Pemanasan global yang timbul akibat perbuatan
manusia sekarang diketahui menyebabkan air lautan semakin asam akibat
penyerapan karbon dioksida dalam jumlah besar.
Sebuah tim peneliti internasional meramalkan hubungan penurunan populasi
cumi-cumi raksasa dimana sistem organ dalam hewan laut ini sebenarnya rapuh
bagi peningkatan suhu, keasaman, dan kekurangan oksigen. Hormat kami bagi para
peneliti internasional yang telah memberikan informasi tentang perubahan yang
mengkhawatirkan ini. Semoga kita mendengarkan panggilan untuk menjadi penduduk
yang lebih peka dalam mendukung kehidupan yang seimbang dari Bumi kita.
Maha
Guru Ching Hai menekankan kepada anggota Asosiasi kami selama Seminar
Internasional pada bulan Agustus 2008 mengenai pentingnya ekosistem yang
seimbang untuk zona-zona mati kehidupan laut : Seminar Internasional bulan
Agustus 2008.
Maha Guru Ching Hai: Begitu banyak ikan paus dan lumba-lumba, mereka
naik ke pantai dan mati. Terdapat begitu banyak zona mati di lautan. Hal itu
meracuni mereka, jadi mereka terpaksa berenang keluar dari air yang penuh
dengan gas beracun yang telah terlepas ke air! Mereka tidak dapat menahannya,
mereka tidak mampu bernafas. Jadi mereka harus keluar dari air. Bagi mereka,
hidup adalah di dalam air, tetapi air penuh dengan racun, tentu saja mereka
keluar dari air. Tetapi ketika keluar, mereka juga mati.
Karena
mereka tidak mendapatkan air. Mereka tinggal di lautan, mereke akan mati:
mereka keluar, juga mati. Tidak ada pilihan bagi mereka. Hal ini adalah hal
yang paling buruk dari semua kekejaman, bahwa manusia tidak peduli pada
lingkungan. Dan membiarkan semua makhluk sengsara seperti ini. Hanya menjadi
vegetarian, seberapa sulitkah hal ini? Bahkan lumba-lumba harus berenang keluar
dari lautan; karena mereka pikir dengan begitu mereka bisa selamat, biarpun
berisiko bagi hidupnya. Jadi kenapa tidak kita berubah saja ke diet vegetarian?