Acara ini mendiskusikan kemungkinan breatharisme, atau hidup tanpa mengonsumsi makanan, dan bukan instruksi yang lengkap. Demi keselamatan diri Anda, mohon tidak mencoba berhenti makan tanpa tuntunan memadai dari ahli.
Supreme Master TV: Dalam berbagai kitab suci, tubuh manusia sering disebut sebagai kuil Tuhan. Namun, sungguh suatu hak istimewa yang luar biasa bagi setiap jiwa untuk mencapai kediaman suci yang dihuni sang Ilahi, karena sungguh adalah suatu berkah untuk bisa terlahir sebagai manusia. Dalam beberapa kesempatan, Maha Guru Ching Hai telah berbicara tentang kelangkaan fenomena ini:
Maha Guru Ching Hai: Untuk bereinkarnasi ke dunia manusia amat sulit. Kita harus memiliki cukup Kualitas Manusia. Kita harus memiliki afinitas dengan orangtua dan dengan masyarakat, dengan orang-orang di sekitar tempat kita dilahirkan. Amat sulit. Untuk menjadi manusia, kita memerlukan sejumlah pahala. Kita telah melakukan sesuatu yang baik di masa lampau agar bisa memilih kelahiran sebagai manusia.
Supreme Master TV: Sebagai kuil hidup Tuhan, tubuh manusia dilengkapi sepenuhnya dengan keajaiban luar biasa yang bisa dibangkitkan dalam diri mereka yang sadar secara spiritual dan memiliki keyakinan penuh kepada Pencipta segala kehidupan. Inedia, bahasa Latin untuk “puasa”, adalah kemampuan manusia untuk hidup tanpa makanan. Sejak dahulu kala, telah ada individu-individu yang dapat menopang dirinya sendiri dengan prana, atau daya hidup vital. Melalui berkah dari sang Pemurah, para inediat, mereka yang mengikuti gaya hidup tanpa makanan, bisa mengambil energi dari alam untuk memberi makan diri mereka:
Maha Guru Ching Hai: Mereka hidup dari chi yang berasal dari tanah, atau dari hutan, dan dari matahari serta dari udara. Mereka memanfaatkan semua itu. Atau mereka hidup dari kasih, dari iman semata.
Supreme Master TV: Individu-individu tersebut dikenal sebagai breatharian (pranarian atau inediat), solarian, atau waterian, dan mereka berasal dari semua golongan, dari kebudayaan berbeda, dan dari semua sudut dunia. Sesungguhnya, kemungkinan dan keajaiban dalam hidup ini sebagaimana yang telah dirancang Pencipta kita yang murah-hati adalah tanpa batas; kita hanya perlu terhubung ke dalam untuk mengenali hadiah berlimpah kita sebagai anak-anak Tuhan. Maha Guru Ching Hai dengan penuh kasih merekomendasikan rangkaian acara mingguan dalam Supreme Master Television untuk memperkenalkan individu-individu ini di masa lalu dan masa sekarang yang telah memilih untuk hidup tanpa-makanan di Bumi. Semoga kisah spiritual mereka memikat Anda; semoga hati menjadi terbuka, dan wawasan berkembang.
Hari ini kita menempuh 150 tahun silam ke abad 19 di Belgia untuk menjelajahi hidup seorang waterian, Louise Lateau, yang melepaskan makanan dan hidup dari air dan energi kosmik selama dua belas tahun. Banyak dokter, ilmuwan, profesor, uskup, dan pemuka jemaat membuktikan stigmata (tanda tubuh yang sama di lokasi luka penyaliban Yesus) dan kemampuannya untuk hidup tanpa makanan. Sehubungan dengan gaya hidup yang tanpa-makanan, Pamela Rae Health, pengarang “Zona Pk” menulis: Ia diperiksa oleh para dokter yang tidak mampu menemukan bukti apa pun untuk menyangkal anggapan bahwa ia sudah tak makan dari tahun 1871 sampai laporan mereka diterbitkan pada tahun 1876. Juga tidak berubah selama enam tahun berikutnya.
Siapakah Louise Lateau? Seperti apakah hidupnya? Mari kita pergi ke Belgia di abad ke-19 dan mencari jawabannya.
Louise Lateau lahir pada tanggal 29 Januari 1850 di Bois d’Haine, Belgia, anak ketiga dari Gregory dan Adèle Lateau. Ayahnya adalah laki-laki jujur dan pekerja keras. Tiga bulan setelah kelahirannya, ayahnya menderita cacar dan meninggal, meninggalkan seorang istri yang sakit-sakitan dan tiga anak yang masih kecil. Ibunya terbaring di ranjang, sedang memulihkan dirinya dari kesulitan melahirkan yang hampir saja merenggut nyawanya. Kakak tertuanya, Rosine, berumur tiga tahun dan kakak keduanya, Adeline berusia dua tahun. Para tetangga takut masuk ke rumah mereka untuk memberikan bantuan karena ketakutan mereka akan cacar air. Louise juga tertular penyakit itu dari ayahnya. Rosine yang berusia 3 tahun berusaha semampunya untuk merawat ibunya dan Louise.
Untunglah, seorang pekerja yang bernama Francis Delalieu mengunjungi rumah mereka dua belas hari kemudian dan menemukan kondisi mereka yang memburuk. Makanan telah habis dan Louise sedang sekarat. Dia segera mencari bantuan dan merawat keluarga itu sampai ibunya pulih sepenuhnya dua setengah tahun kemudian.
Setelah kembali sehat, ibunya segera mencari pekerjaan untuk menghidupi tiga gadis kecilnya. Sesudah mereka cukup besar, tiga bersaudara itu juga menyingsingkan lengan melakukan pekerjaan rumah. Ketika berusia 8 tahun, Louise bekerja pada seorang wanita tua yang terbaring di tempat tidur. Selama masa ini, dia bisa bersekolah selama 5 bulan dan belajar membaca serta menulis. Ketika dia berusia 11 tahun, dia pergi ke desa Manage untuk merawat bibi ayahnya, seorang janda Coulon. Setelah bibinya meninggal dua tahun kemudian, dia pergi bekerja untuk Nyonya D di Brussels. Akan tetapi, dia hanya bekerja di sana selama tujuh bulan sebelum dia jatuh sakit dan harus pulang ke rumah. Segera setelah kesehatannya pulih, Louise pergi bekerja di sebuah pertanian kecil di Manage sampai ibunya memanggilnya pulang untuk bekerja sebagai penjahit.
Louise meninggalkan kesan yang baik pada majikannya. Nyonya D menghormatinya dan kerap mengunjunginya kapan saja dia kebetulan berada di sekitar situ. Menurut laporan yang ditulis oleh Dr. Lefebvre, salah satu dokter yang paling terkemuka di Belgia yang juga adalah seorang dosen Patologi Umum dan Pengobatan di Universitas Katolik di Louvain, Louise selalu menunjukkan “karakter yang sama dari pengabdian, pekerja keras yang sabar, rendah hati, saleh, dan murah hati pada orang miskin.”
Sebuah contoh dari kebaikan dan pengabdiannya dapat dilihat lewat pengabdiannya untuk merawat pasien-pasien kolera. Pada tahun 1866, desa Bois d’Haine mengalami epidemi kolera. Dia sering dipanggil oleh pendeta wilayah untuk merawat pasien-pasien. Louise dengan sabar membaktikan dirinya untuk tugas ini, merawat sepuluh pasien dalam sebulan, dan dalam kasus kematian, dia melakukan upacara terakhir, mengurusi tubuh dan bahkan membawanya ke pemakaman. Dia terus membaktikan dirinya terhadap tugas ini sampai wabah berakhir. Setelah wabah berakhir, dia dengan diam-diam kembali ke rumahnya tanpa dikenali.
Kehidupan biasa Louise berubah secara drastis ketika dia berusia delapan belas dan menderita sakit parah, menderita penyakit saraf di seluruh bagian tubuhnya. Selama bulan Maret, dia hampir tidak makan ataupun minum. Menganggap bahwa ia mungkin sekarat, pendeta memberinya Sakramen Terakhir. Secara tiba-tiba dia pulih 6 hari kemudian dan bisa berjalan ke gereja, yang hampir 1 mil jauhnya. Ini dianggap sebagai sebuah keajaiban.
Tiga hari setelah kepulihannya, pada tanggal 24 April 1868, satu dari stigmata pertama muncul.
Sejak saat itu, tanda tersebut muncul secara teratur setiap hari Jumat. 13 minggu setelahnya, pada tanggal 17 Juli 1868, dia berada dalam ekstase untuk pertama kalinya, yang juga menjadi peristiwa mingguan.
Selama periode waktu yang sama ini, Louise mulai kehilangan nafsu makan dan secara bertahap berhenti makan. Dalam bukunya “Mereka Memikul Luka Kristus”, Michael Freze menulis tentang pola makannya yang sederhana: Sudah semenjak kecil, Louise menunjukkan tanda-tanda karunia gaib yang tak biasanya; salah satunya adalah inedia atau kurang mengonsumsi makanan. Menurut Dr. Lefebvre, keluarga Louise sangatlah miskin, dan sebagai akibatnya dia mempertahankan hidup dengan sedikit kopi dengan susu di pagi hari, sup di siang hari, dan sedikit sayuran setiap malam. Ia tak pernah makan daging.
Saat stigmata itu muncul, secara bertahap dia mengembangkan kemampuan inedia. Meskipun dia hidup tanpa-makanan- selain hosti mingguan – serupa dengan Giri Bala, Devraha Baba, dan Theresa Neumann – Louise tetap sehat: Di bulan April 1868, saat Louise berusia 18 tahun (tahun yang sama ketika dia menerima stigmata), dia bahkan makin membatasi makanan yang dimakannya, sehubungan dengan serangkaian penyakit tubuh. Sejak awal munculnya stigmata, dia berhenti makan makanan apa pun pada hari Jumat. Pada tanggal 3 Maret 1871, Louise tidak bisa lagi mengonsumsi makanan tanpa menyebabkan sakit atau memaksanya untuk memuntahkannya. Dia hanya bertahan hidup dengan Hosti Berkah, namun dia tidak pernah nampak tidak sehat ataupun kehilangan berat badan.
Berita mengenai keajaiban dari stigmatanya serta kondisi tanpa-makan menyebar secara luas dan jauh. Banyak orang dari seluruh negara dan dunia berkunjung ke rumahnya untuk menyaksikan gaya hidup Lousie yang luar biasa. Dia dikunjungi oleh para dokter, ilmuwan, uskup, dan pemuka jemaat, para bangsawan dan orang-orang dari berbagai profesi. Otoritas Gereja bahkan mengirimkan Dr. Lefebvre, untuk menguji dan membuktikan kebenaran keajaiban Lousie. Dia menghabiskan 18 bulan dengan sejumlah dokter lainnya menyelenggarakan banyak pengujian atas dirinya. Setelah itu, Dr. Lefebvre mempublikasikan laporan paling komprehensif yang membuktikan kondisi inedia dan stigmata-nya. Lima tahun setelah dokter itu menyimpulkan eksperimen dan pengujiannya, dia mengunjunginya lagi dan menegaskan sekali lagi bahwa Louise tidak makan lagi dan berada dalam kondisi sehat: Louise tetap sama seperti di tahun 1868; hanya saja fiturnya lebih terbentuk… Dia tidak lebih kurus. Dagingnya kencang, Corak kulitnya segar, kulitnya bersih. Denyutan nadinya 68 kali per menit. Denyutan itu teratur, dapat dimampatkan, lumayan penuh. Pernapasannya tenang, lidahnya segar dan bersih. Saya bertanya apa yang ia makan. Ia menjawab: “Saya tidak berhasrat pada makanan; dan karena tidak cocok dengan saya, lama berselang, saya diizinkan, untuk tidak makan apa pun.”
“Jadi Anda tidak makan apa pun sama sekali?” “Tidak, tuan.” Kakak Louise, Adeline, yang juga saya tanyai mengenai subjek ini, menegaskan fakta dari berpantang secara total ini. Dalam bukunya, Pamela Rae Heath memasukkan sebuah kutipan oleh Herbert Thurston yang mencatat validitas dari kondisi tanpa-makan Louise: Pantangan ini berlanjut hingga kematiannya di tahun 1883. Hal itu diakui kenyataannya oleh banyak dokter, teman dan musuh, yang terkait dengan kasus ini, sehingga tidak ada fragmen dari bukti positif yang pernah dikeluarkan yang bisa menimbulkan keraguan akan pernyataan yang dibuat oleh Louise, saudari-saudari, dan imam pengakuannya, bahwa selama tahun-tahun tersebut dia tidak makan.
Meskipun tidak makan, Louise minum 3 atau 4 gelas air setiap minggu. Bukannya tidur, dia malah menghabiskan waktu tidurnya dengan meditasi dan berdoa di kaki tempat tidurnya. Selain fakta bahwa dia menjadi terkenal di seluruh negaranya, Louise dan keluarganya mengharapkan kedamaian dan kehidupan normal. Mereka memohon pada Uskup Agung Malines yang mengunjungi Louise, dan pada akhirnya Uskup dari Tournay, mengakhiri banyaknya kunjungan ke rumah mereka. Lagi pula, mereka tak pernah mengambil keuntungan dari kunjungan siapa pun, menolak semua hadiah, uang, dan emas, bergantung pada hasil kerja mereka sendiri untuk menyokong kehidupan mereka.
Bagaimana Louise hidup tanpa membutuhkan makanan dan tetap sehat? Tidak ada dokter yang mengunjunginya yang bisa menjelaskan hal itu. Pamela Rae Heath mendefinisikan inedia sebagai “kemampuan mistik tubuh yang nyata untuk bertahan hidup tanpa mengonsumsi makanan.” Mungkin serupa dengan Giri Bala, seorang yogini yang breatharian selama lebih dari 50 tahun, dan Devraha Baba, orang suci India yang waterian dan hidup sekurangnya 150 tahun, dia diberi makan dengan energi kosmik. Hidupnya yang menakjubkan adalah kesaksian lain bahwa umat manusia bisa hidup tanpa makanan, bertahan hidup semata-mata atas rahmat Tuhan.