Di dekat danau di hadapan Tuhanku, Ibu Bumi yang Indah! Pada jam awal … Ibu Bumi yang Indah!
Puno, berlokasi di ketinggian lebih dari 3.800 meter di atas permukaan laut, Peru selatan, di dataran tinggi Collao, menampilkan daya tarik utamanya, Danau Titicaca yang legendaris, danau tertinggi yang dapat dilayari di dunia, yang dipelihara oleh para penghuninya, baik di kepulauan dan di daerah sekitarnya di sepanjang tepiannya.
Rolando Colquehuanca – Direktur Museum Ethnology, Peru: Semoga hari Anda baik, di hari besar Anda. Terima kasih telah mengunjungi kota ini di Danau Titicaca, di mana kami hidup di dekat ilalang totora.
Saya menyambut Anda di Kota Puno ini, di Danau Inca yang suci ini pada ketinggian 3.800 meter di atas permukaan laut. Kami, penghuni danau, hidup sangat bangga akan warisan kami yang mulia, orangtua kami, matahari, ibu kami bulan, dan leluhur, Manco Capac serta Mama Ocllo, yang mendirikan kekaisaran ini. Kami bangga.
Saya mengundang Anda mengenal Danau Titicaca yang agung, bersama dengan kebudayaannya yang hidup, dengan kepulauan kami, dengan Apus kami, dengan puncak tertinggi kami, dengan pegunungan kami yang ditutupi salju, dengan semuanya yang dilestarikan di sini di dataran tinggi ini.
Pencerita: Spiritualitas mereka berdasarkan pada hubungan langsung dengan alam, bersyukur kepada tanah atas hasil darinya dengan persembahan kepada Pachamama, Ibu Bumi; serta Apus, atau pegunungan, yang melindungi masyarakat dan hasil panen mereka; juga danau, matahari, bulan, dan bintang-bintang, di mana Paccos, diberkahi dengan kemampuan untuk merasakan dan meramalkan masa depan, meramalkan cuaca, untuk mencegah banyak hal, banjir, atau dalam hal lain seperti gangguan terhadap hasil panen yang melimpah. Orang-orang menggunakan elemen-elemen alam untuk tujuan yang sama.
Roland: Di dunia Andes, di dalam komunitas, di distrik, kepercayaan Andes masih dipraktikkan, di mana kami memberi penghormatan kepada Apus, danau, bukit, halilintar; yang menjadi bagian dari identitas budaya kami; matahari, bulan, bintang, hampir setiap karakter yang ada bersama kita dimuliakan. Karena bila tidak ada matahari, maka tidak akan ada panas, tidak akan ada cahaya. Dan bila tidak ada bulan, tidak akan ada malam, tidak akan ada kegelapan, juga separuh cahaya, tidak akan ada bintang, sedikit cahaya dan inspirasi di dalam komunitas kami. Bila tidak ada hujan, kami tidak dapat menaburi ladang, bila tidak ada kilat, kami tidak tahu kapan menyimpan hasil panen, yang menjadi bagian dari kami, ini adalah bagian dari kepercayaan Andes.
Saat Paskah, sebagai contoh, di dalam komunitas, distrik, desa, masyarakat memanjat gunung-gunung tertinggi. Pada hari itu mereka puasa, tidak ada yang dimakan. Mereka mendaki bukit demi mengumpulkan tanaman. Dipercaya di antara kami, di antara entitas-entitas, Katolikisme dan kepercayaan Andes, terdapat sebuah penyatuan, di mana herbal menjadi herbal obat; yang mengobati. Contohnya, chicchipa untuk membuat wewangian perkawinan (infusi herbal); cedrón adalah penenang untuk hari itu, untuk meredakan nyeri dan penderitaan. Maka, tanaman lain dari balik bukit dikumpulkan, untuk adakan perkawinan. Lalu, kembali, masyarakat dari beberapa komunitas memasak dua belas hidangan, yang merupakan campuran kepercayaan Andes dan agama Katolik. Dua belas hidangan disantap di dalam nama dua belas Rasul.
Supreme Master TV: Beberapa bahan pokok dari kebudayaan ini adalah jagung, quinoa, yaitu akar umbi Andes warna kuning yang dinamakan ollucos, dan kentang yang segar. Di Danau Titicaca, pertanian adalah cara hidup dan alasan untuk merayakan dan bersyukur kepada Ibu Bumi.
Pencerita: Tari-tarian yang dilakukan di sini berhubungan dengan rasa syukur, atas hasil dari lahan; dan sesuai dengan musim-musim yang berbeda di bumi ini, terutama saat pesta di musim panas, saat untuk memanen. Digunakan sebagai pendamping musikal, quena adalah alat musik yang dibuat dari kayu, buluh, atau batang bambu, untuk memainkan musik yang paling hidup atau meriah, sebagai penghormatan kepada sayur-sayuran dan Ibu Bumi.
Rolando: Pertama-tama, kami harus sangat memperhatikan sebelum waktunya menabur, diadakan perayaan, kintu, agar lahan kami dapat menghasilkan dengan baik. Ketika tanaman mekar, kami beri lebih banyak tanah. Lalu kami cabut rumput liar, dan kemudian saat pesta, kami hormati dengan menari dan menyanyi agar bunga-bunga dan ladang merasa bahagia, karena kami terhubung dengan mereka.
Ketika kami mulai memanen, kami bersyukur kepada ayah Inti (matahari), ibu Killa (bulan). Semuanya yang telah memberi kami buah-buahan, kami mulai bersyukur, dan ketika kami memanen, ketika kami mulai memilih hasil-hasil kami.