Perubahan Iklim Arsip Berita
Metana Hidrat dan Pemanasan Global

Metana Hidrat dan Pemanasan Global

12 Desember 2005

Dokumen ada di dalam: Ilmu Pengetahuan Iklim - Gas Rumah Kaca Kutub Utara dan Kutub Selatan—david @ 12:52 PM

 

Terdapat sejumlah besar metana (CH4) di Bumi yang membeku menjadi sejenis es yang disebut hidrat metana. Hidrat dapat terbentuk dari gas apapun dan bentuknya berupa sebuah 'kurungan' molekul air yang melingkupi gas tersebut. (Istilah 'klatrat' secara umum adalah zat padat yang berisi gas yang terperangkap di dalam segala jenis ‘kurungan’, sementara hidrat adalah istilah khusus untuk jenis ‘kurungan’ yang terbuat dari molekul air). Terdapat  hidrat CO2 di Mars, sementara di Bumi, sebagian besar hidrat berisi metana. Sebagian besar hidrat ada dalam endapan di lautan, tapi sebagian lagi, terdapat di dalam lapisan tanah es.

Hidrat metana tampak sebagai benda yang paling berbahaya. Hidrat metana mencair jika suhunya terlalu panas, dan dia akan mengapung di air. Metana adalah gas rumah kaca yang sangat kuat, dan dia berubah menjadi CO2, jenis gas rumah kaca lain yang  terkumpul di atmosfer seperti CO2 dari bahan bakar fosil. Dan jumlahnya sangat banyak, kemungkinan lebih banyak daripada deposit bahan bakar fosil tradisional. Dapat dibayangkan, perubahan iklim bisa mempengaruhi deposit ini. Jadi apa yang kita ketahui tentang potensi bencana dari hidrat metana?


Hidrat lautan. Sebagian besar dari hidrat metana berupa endapan di lautan. Sebagian besar dari itu dapat disebut sebagai deposit yang berlapis-lapis. Karbon organik dari plankton terkubur selama lebih dari jutaan tahun. Ratusan meter di bawah dasar laut, bakteri memproduksi metana dari bangkai plankton. Jika metana diproduksi dengan cukup cepat, sebagian akan membeku menjadi hidrat metana. Jenis deposit semacam ini terdiri dari ratusan gigaton karbon dalam bentuk metana. {Buffett dan Archer, 2004: Milkov, 2004}. Sebagai perbandingan, jenis bahan bakar fosil tradisional yang terbanyak adalah batu bara, yang biasanya terbentuk dari 5.000 Giga ton Karbon [Rogner, 1997].

Kadangkala metana bergerak mengelilingi bumi, dan berkumpul di beberapa tempat, dan membentuk apa yang disebut deposit hidrat terstruktur. Teluk Meksiko, sebagai contohnya, pada dasarnya adalah ladang minyak yang bocor {MacDonald dkk., 2005}. Salah satu akibat dari pergerakan gas, dan kemudian berkumpul seperti ini, adalah konsentrasi hidrat menjadi bertambah besar, bahkan sampai menjadi deposit raksasa, gumpalan hidrat. Hidrat dapat ditemukan pula di daerah yang dekat dengan dasar laut, dan bahkan di atas dasar laut.






Hidrat meleleh jika ia kepanasan. Lautan cukup dingin pada kedalaman sekitar 500 meter ke bawah (200 meter di Artik). Di bawah dasar laut, semakin dalam tempatnya, suhunya semakin meningkat, sesuai dengan peningkatan suhu panas bumi. Pada kedalaman tertentu, suhunya menjadi terlalu panas untuk hidrat, jadi hidrat mencair, jika terkubur lebih dalam dari itu. Seringkali terdapat lapisan gelembung-gelembung di bawah zona stabil. Gelembung-gelembung ini mencerminkan gelombang suara seismik dan terlihat dengan jelas pada survei seismik di seluruh dunia [Buffet, 2000]. Bukit dan lembah dari lapisan gelembung, polanya mengikuti bukit dan lembah yang ada di dasar laut, jadi lapisan gelembung ini mencerminkan simulasi dasar (BSR).

 

Sekarang mari panaskan air di atas kolom endapan. Pada akhirnya, suhu yang baru akan mendekati suhu seperti sebelumnya, suhu bumi. Zona stabil hidrat akan menjadi semakin tipis dengan meningkatnya suhu di kolom endapan.

Hal penting yang harus diperhatikan adalah bahwa hidrat menipis mulai dari bagian bawah, bukan dari bagian atasnya. Hidrat di bagian bawah zona stabilnya akan mencair.


Jika zona stabilnya masih ada, hidrat akan terletak lebih rendah di bagian kolom endapan, sehingga ia akan berfungsi seperti perangkap yang dingin untuk mencegah gas metana yang dilepaskan menghilang. Akan tetapi, penelitian seismik sering menunjukkan  adanya “zona-zona yang musnah” atau dengan kata lain BSR-nya hilang, dan seluruh struktur kolom endapan yang berlapis-lapis di atas hilangnya BSR akan lenyap. Ini diperkirakan merupakan tempat dimana gas telah pecah melewati struktur endapan tersebut dan lepas ke laut [Wood dkk., 2002]. Satu teori mengatakan bahwa perpindahan zat cair ke atas akan membawa panas bersamanya. Hal itu mencegah metana membeku selama metana bergerak melintasi zona stabil. Permukaan endapan di laut memiliki lubang-lubang yang disebut bopeng [Hill dkk., 2004], yang merupakan bentuk ledakan gas yang terlihat dari permukaan.

Dan terdapat kemungkinan tanah longsor. Ketika hidrat mencair dan memproduksi gelembung-gelembung, volumenya meningkat. Gelembung-gelembung itu akan mengangkat butir-butiran ke atas dan membuat kolom endapan menjadi tidak stabil. Tanah longsor terbesar di lautan  yang pernah diketahui terjadi di lepas pantai Norwegia, disebut Storegga [Bryn dkk, 2005; Mienert dkk., 2005]. Longsoran itu membuat lubang rata-rata di bagian 250 m atas endapan pada sebuah lajur yang lebarnya ratusan kilometer, yang merentang separuh jalan dari Norwegia menuju Greenland. Terdapat tanah-tanah longsor serupa di tepi pantai Norwegia yang terjadi setiap sekitar 100 ribu tahun, sesuai dengan siklus gletser [Solheim dkk., 2005].


Yang terakhir kali terjadi adalah pada 2-3 ribu tahun lalu setelah zona stabil menipis akibat peningkatan suhu air [Mienert dkk., 2005], sekitar 8.150 tahun lalu. Longsor mulai terjadi pada kedalaman beberapa ratus meter, tepat di luar lereng benua, dimana Mienert menghitung perubahan maksimum dengan ukuran HSZ. Tanah longsor Storegga saat ini mengandung deposit klatrat metana seperti yang ditunjukkan oleh BSR seismik yang mirip dengan basis HZS  pada kedalaman 200-300 meter, dan bopeng-bopeng mengindikasikan ledakan gas berasal dari endapan.


Akan tetapi, rupanya ada hipotesis lain yang juga diterima tentang Storegga, yang tidak melibatkan soal hidrat sama sekali, yaitu akumulasi endapan glasial yang dimuntahkan oleh lapisan es Fennoscandian [Bryn dkk., 2005]. Pengendapan yang berlangsung dengan cepat menjebak air berongga di dalam kolom endapan lebih cepat daripada kecepatan penambahan muatan sedimen itu. Pada satu titik, kolom endapan melayang di dalam air yang berongga itu. Mekanisme ini dapat menjelaskan kenapa garis tepi benua Norwegia, dari semua tempat di dunia, telah mengalami tanah longsor sejalan dengan perubahan iklim.


Longsor Storegga menimbulkan Tsunami pada tempat yang sekarang menjadi wilayah Inggris, tetapi ia tidak menunjukkan adanya hubungan dengan iklim. Peristiwa itu bukan peristiwa bencana hilangnya metana dalam jumlah besar. Volume endapan yang berpindah sekitar 2.500 km3.  Dengan asumsi 1% hidrat di dalam air berongga rata-rata dilepaskan dari tanah longsor, Anda mendapatkan pelepasan metana sekitar 0,8 Gton Karbon. Sekalipun semua hidrat berhasil sampai atmosfer, dampaknya pada perubahan iklim lebih kecil daripada letusan gunung berapi (Saya menghitung dampak metana pada hitungan radiasi di sini).


Sebenarnya, longsor Storegga terjadi pada waktu peristiwa iklim 8.200 tahun yang lalu, tetapi tidak terlihat adanya hubungan apapun. Peristiwa 8.200 tahun yang lalu adalah interval pendinginan sepanjang satu abad, kemungkinan besar, sebagai reaksi atas dimuntahkannya air tawar dari Danau Gletser Aggasiz ke Atlantik Utara dan bersamaan dengan menurunnya jumlah metana, bukan kenaikan, sebesar 75 ppbv.


Metana dapat meninggalkan endapan dalam tiga bentuk  yang mungkin:  larutan, gelembung, dan hidrat. Larutan metana adalah zat kimia yang tidak stabil dalam kolom air yang mengandung oksigen di lautan, tetapi usianya berpuluh-puluh tahun  (lebih pendek jika lingkungannya berubah-ubah) [Valentine dkk., 2001], jadi jika metana dikeluarkan secara cukup perlahan di lautan, itu menjadi kesempatan yang bagus untuk lepas ke atmosfer. Gelembung-gelembung metana biasanya hanya bisa naik beberapa ratus meter sebelum akhirnya larut. Hidrat mengapung di dalam air sama seperti es yang mengapung di dalam air, dan membawa metana ke atmosfer jauh lebih efisien daripada gelembung-gelembung [Brewer dkk., 2002].


Pada sebagian besar wilayah lautan, pencairan hidrat terjadi dalam proses yang lambat. Memerlukan waktu sepuluh hingga berabad-abad untuk menghangatkan air pada kedalaman 1.000 meter di bawah laut, dan beberapa abad lagi untuk menyebarkan panas itu terserap ke dalam endapan ke tempat zona stabil berada. Lautan Artik mungkin merupakan kasus khusus, karena zona stabil yang lebih dangkal akibat kolom air yang lebih dingin, dan karena pemanasan diperkirakan akan lebih kuat terjadi pada garis lintang yang lebih tinggi.


Tanah es. Kalian mungkin banyak membaca tentang tanah es akhir-akhir ini. Tanah es didefinisikan sebagai tanah yang tetap membeku sepanjang tahun (sebenarnya, definisi teknisnya adalah tanah yang telah membeku selama dua tahun terakhir). Kadang kala terdapat zona di dekat permukaan sedimen yang mencair pada musim panas. Dalam literatur tanah es, zona ini disebut zona aktif, dan area ini telah diamati, makin lama makin bertambah luas [Sazonova dkk., 2004]. Mencairnya tanah di bagian atas menjadi satu alasan kenapa daerah lintang tinggi di Arktik diperkirakan akan menjadi salah satu daratan yang bereaksi secara dramatis terhadap perubahan iklim [Bala dkk., 2005].


Alasan lainnya adalah suhu berubah secara lebih dramatis di daerah garis lintang yang lebih tinggi daripada daerah lainnya, terutama pada garis lintang atas bagian utara. Terdapat banyak laporan anekdot mengenai efek mencairnya tanas es di daratan Kutub Utara, bangunan-bangunan menjadi miring, dan "hutan mabuk" dekat Fairbank, sebagai contoh [Pearce, 2005: Stockstad, 2004]. Sebagian besar pipa minyak Alaska diturunkan ke dalam tanah es.


Hidrat kadang-kadang dihubungkan dengan deposit tanas es, tetapi tidak terlalu dekat dengan permukaan tanah, karena membutuhkan tekanan yang tinggi. Faktor lain yang menentukan apakah terdapat hidrat adalah daya serap tanah. Kadang-kadang membeku, aliran air tanah menciptakan sebuah lapisan es yang tertutup di dalam tanah, yang dapat menaikkan tekanan pada ruang berongga di bagian bawah. Hidrat pada sebuah inti tanah es [Dallimore dan Collet, 1995] dilaporkan berada di bawah lapisan es yang tertutup. Danau-danau dilaporkan tiba-tiba mengalir keluar saat beberapa lapisan es yang tertutup di bawah permukaan tanah tampaknya retak.

Daerah lapisan es yang tertutup di bawah permukaan tanah yang terbesar ada di Siberia yang disebut kompleks es. [Hubberten dan Romanovskii, 2001].

 

Istilah pengikisan kompleks es adalah erosi thermokarst [Gavrilov dkk., 2003]. Lapisan es terpapar air hangat dari lautan. Ketika es mencair, daratan runtuh, es pun semakin terbuka. Pantai Utara Siberia telah terkikis selama ribuan tahun, tetapi lajunya saat ini semakin cepat. Seluruh pulau telah menghilang pada zaman dulu [Romankevich, 1984]. Konsentrasi larutan metana di beting Siberia 25 kali lebih tinggi daripada konsentrasi di udara, yang mengindikasikan adanya pelepasan metana sebagai akibat pengikisan pantai ke dalam atmosfer [Shakhova dkk., 2005}. Jumlah seluruh hidrat metana di dalam tanah es kurang banyak diketahui, yang diperkirakan antara 7,5 sampai 400 Gton Karbon (perkiraan disusun oleh [Gornitz dan Fung, 1994]).
 
Masa Depan. Skenario gambaran bencana yang paling penting adalah terlepasnya sejumlah metana yang cukup besar untuk mengubah konsentrasi di atmosfer. Hal ini akan mengakibatkan kenaikan tajam konsentrasi metana. Untuk menilai apakah metana yang terlepas itu besar atau tidak, maka jumlah metana yang dibutuhkan haruslah setara dengan kekuatan radiasi dua kali CO2, atau sekitar sepuluh kali dari konsentrasi metana saat ini. Hal tersebut akan menjadi bencana. Atau, perbedaan antara skenario IPCC yang paling buruk dengan 'skenario alternatif' terbaik pada tahun 2050 hanya sekitar 1W/m2 rata-rata ketidakseimbangan energi radiatif. Kekuatan radiasi metana dalam jumlah itu tidak memungkinkannya tetap berada di bawah level 'berbahaya' dari 2 derajat di atas tingkat pra-industri. Saya menghitung di sini bahwa perlu sekitar 6 ppm metana untuk mendapatkan 1 W/m2 dari tingkat saat ini. Konsentrasi metana sebesar 6 ppm akan menjadi bencana bagi dunia.




Atmosfer sekarang ini mengandung sekitar 3,5 Gton Karbon dalam bentuk metana. Pelepasan seketika 10 Gton Karbon akan segera melampaui konsentrasi 6 ppm. Hal ini barangkali ukurannya lebih besar daripada bencana manapun juga.


Tanah longsor mungkin melepaskan satu gigaton dan ledakan bopeng-bopeng jauh lebih sedikit. Hidrat tanas es sekarang mencair, tetapi tak ada orang yang berpikir mereka akan meledak semuanya secara serentak.


Ada sebuah peristiwa yang terdokumentasi dalam endapan dari 55 juta tahun lalu yang disebut Suhu Maksimum Palaeocene Eocene, dimana dikatakan beberapa ribu Gton metana dilepaskan ke atmosfer dan lautan, mendorong kenaikan panas sebesar 5°C di bagian tengah laut. Tidak mudah untuk memberi batasan seberapa cepat kejadian itu terjadi pada masa lampau, tetapi diperkirakan, metana dilepaskan mungkin lebih dari seribu tahun, dengan kata lain, tidak menyebabkan bencana besar [Zachos dkk., 2001: Schmidt dan Shindell, 2003].


Kemungkinan lain di masa depan adalah adanya peningkatan kronis tingkat emisi metana di atmosfer setiap tahunnya dalam jangka waktu yang lama. Pelepasan metana yang terus-menerus terjadi itulah yang mensuplai, dan menentukan konsentrasi dari, keberlanjutan konsentrasi metana di atmosfer. Suplai metana berlipat ganda, maka konsentrasinya berlipat ganda pula, lebih atau kurang. (Lebih sedikit, sebenarnya, karena rentang usia metana jadi bertambah.) Metana dioksidasi menjadi CO2, gas rumah kaca lain yang terkumpul selama ratusan ribu tahun, sama dengan CO2 bahan bakar fosil. Model terlepasnya metana secara kronis sering menunjukkan bahwa CO2 yang terkumpul berkontribusi terhadap pemanasan global sama besarnya seperti konsentrasi metana yang berumur pendek.


Sumber metana yang berasal dari aktivitas manusia, seperti padi, bahan bakar fosil industri, dan peternakan, telah melipatgandakan konsentrasi metana di atmosfer di atas tingkat pra-industri. Sekarang ini tingkat metana tampaknya stabil, tetapi alasan atas fenomena akhir-akhir ini masih belum jelas. Jumlah hidrat metana pada tanah es masih belum jelas, tetapi kita tidak akan memerlukan terlalu banyak metana, katakanlah 60 Gton Karbon yang dilepaskan lebih dari 100 tahun, untuk melipatgandakan lagi jumlah metana di atmosfer. Deposit metana pada tanah gambut mungkin menjadi sumber metana yang sama besarnya yang dapat mencairkan hidrat pada tanah es. Ketika tanah gambut yang telah membeku selama ribuan tahun mulai mencair, gambut itu masih mengandung populasi bakteri metanotropik yang masih aktif [Rivkina dkk., 2004] yang mulai mengubah gambut menjadi CO2 dan CH4. Tidak terlalu sulit pula untuk membayangkan 60 Gton Karbon selama lebih dari 100 tahun yang berasal dari gambut. Perubahan produksi metana di lahan basah dan rawa yang ada saat ini akibat berubahnya curah hujan dan suhu juga penting. Hidrat lautan juga telah diramalkan akan mencair, tetapi secara perlahan [Harvey dan Huang, 1995]. Tempat pengamatannya antara lain Kutub Utara dan Teluk Meksiko.

Jadi, pada akhirnya, ini bukan merupakan gambaran kejadian bencana yang nyata, tetapi suatu potensi umpan balik positif yang hasil akhirnya adalah berhasil atau tidaknya menghindari perubahan iklim yang ‘berbahaya’ akibat ulah manusia. Hal ini cukup menakutkan.

 

Saya sudah  menambahkan ulasan yang lebih terperinci mengenai hidrat dan perubahan iklim untuk ditinjau kembali dan publikasi, yang dapat diakses di sini.  



Bala, G., K. Caldeira, A. Mirin, M. Wickett, and C. Delira, Multicentury changes to the global climate and carbon cycle: Results from a coupled climate and carbon cycle model, Journal of Climate, 18, 4531-4544, 2005.
Brewer, P.G., C. Paull, E.T. Peltzer, W. Ussler, G. Rehder, and G. Friederich, Measurements of the fate of gas hydrates during transit through the ocean water column, Geophysical Research Letters, 29 (22), 2002.
Bryn, P., K. Berg, C.F. Forsberg, A. Solheim, and T.J. Kvalstad, Explaining the Storegga Slide, Marine and Petroleum Geology, 22 (1-2), 11-19, 2005.
Buffett, B., and D.E. Archer, Global inventory of methane clathrate: Sensitivity to changes in environmental conditions, Earth and Planetary Science Letters, 227, 185-199, 2004.
Buffett, B.A., Clathrate hydrates, Annual Review of Earth and Planetary Sciences, 28, 477-507, 2000.
Dallimore, S.R., and T.S. Collett, Intrapermafrost Gas Hydrates from a Deep Core-Hole in the Mackenzie Delta, Northwest-Territories, Canada, Geology, 23 (6), 527-530, 1995.
Gavrilov, A.V., X.N. Romanovskii, V.E. Romanovsky, H.W. Hubberten, and V.E. Tumskoy, Reconstruction of ice complex remnants on the eastern Siberian Arctic Shelf, Permafrost and Periglacial Processes, 14 (2), 187-198, 2003.
Gornitz, V., and I. Fung, Potential distribution of methane hydrate in the world's oceans, Global Biogeochemical Cycles, 8, 335-347, 1994.
Harvey, L.D.D., and Z. Huang, Evaluation of the potential impact of methane clathrate destabilization on future global warming, J. Geophysical Res., 100, 2905-2926, 1995.
Hill, J.C., N.W. Driscoll, J.K. Weissel, and J.A. Goff, Large-scale elongated gas blowouts along the US Atlantic margin, Journal of Geophysical Research-Solid Earth, 109 (B9), 2004.
Hubberten, H.W., and N.N. Romanovskii, Terrestrial and offshore permafrost evolution of the Laptev sea region during the last Pleistocene-Holocene glacial-eustatic cycle, in Permafrost response on economic develoopment, environmental security and natural resources, edited by R. Paepa, and V. Melnikov, pp. 43-60, Klewer, Amsterdam, 2001.
MacDonald, I.R., L.C. Bender, M. Vardaro, B. Bernard, and J.M. Brooks, Thermal and visual time-series at a seafloor gas hydrate deposit on the Gulf of Mexico slope, Earth and Planetary Science Letters, 233 (1-2), 45-59, 2005.
Mienert, J., M. Vanneste, S. Bunz, K. Andreassen, H. Haflidason, and H.P. Sejrup, Ocean warming and gas hydrate stability on the mid-Norwegian margin at the Storegga Slide, Marine and Petroleum Geology, 22 (1-2), 233-244, 2005.
Milkov, A.V., Global estimates of hydrate-bound gas in marine sediments: how much is really out there?, Earth-Science Reviews, 66 (3-4), 183-197, 2004.
Pearce, F., Climate warning as Siberia melts, New Scientist, Aug. 11, 2005.
Rivkina, E., K. Laurinavichius, J. McGrath, J. Tiedje, V. Shcherbakova, and D. Gilichinsky, Microbial life in permafrost, in Space Life Sciences: Search for Signatures of Life, and Space Flight Environmental Effects on the Nervous System, pp. 1215-1221, 2004.
Rogner, H.-H., An assessment of world hydrocarbon resources, Annu. Rev. Energy Environ., 22, 217-262, 1997.
Romankevich, E.A., Geochemistry of Organic Matter in the Ocean, Springer, New York, 1984.
Sazonova, T.S., V.E. Romanovsky, J.E. Walsh, and D.O. Sergueev, Permafrost dynamics in the 20th and 21st centuries along the East Siberian transect, Journal of Geophysical Research-Atmospheres, 109 (D1), 2004.
Shakhova, N., I. Semiletov, and G. Panteleev, The distribution of methane on the Siberian Arctic shelves: Implications for the marine methane cycle, Geophysical Research Letters, 32 (9), 2005.
Solheim, A., K. Berg, C.F. Forsberg, and P. Bryn, The Storegga Slide complex: repetitive large scale sliding with similar cause and development, Marine and Petroleum Geology, 22 (1-2), 97-107, 2005.
Schmidt, G.A., and D.T. Shindell. Atmospheric composition, radiative forcing, and climate change as a consequence of a massive methane release from gas hydrates. Paleoceanography 18, no. 1, 1004, 2003.
Stockstad, E., Defrosting the carbon freezer of the North, Science, 304, 1618-1620, 2004.
Valentine, D.L., D.C. Blanton, W.S. Reeburgh, and M. Kastner, Water column methane oxidation adjacent to an area of active hydrate dissociation, Eel River Basin, Geochimica Et Cosmochimica Acta, 65 (16), 2633-2640, 2001.
Wood, W.T., J.F. Gettrust, N.R. Chapman, G.D. Spence, and R.D. Hyndman, Decreased stability of methane hydrates in marine sediments owing to phase-boundary roughness, Nature, 420 (6916), 656-660, 2002.
Zachos, J.C., M. Pagani, L. Sloan, E. Thomas, and K. Billups, Trends, rhythms, and abberations in global climate 65 Ma to Present, Science, 292, 686-693, 2001.

sumber:www.realclimate.org  
diterbitkan dengan izin dari penulis